Wednesday, July 24

10 Tahun YouTube: (Semoga Tetap) Broadcast Yourself!

Tulisan ini membahas:

  • Menilik Connor Franta, vlogger menjadi public figure besar di 2015
  • Banyak kreator YouTube yang saat ini menerbitkan buku
  • Di 2010, di ulang tahun ke-10, YouTube mengubah peta budaya populer dunia
  • YouTube menjadi platform powerful yang dikuasai oleh milenial
  • YouTube sukses melahirkan ikon-ikon baru di dunia pop culture
  • YouTube memungkinkan hubungan kreator dan viewer tidak nampak bersekat
  • Teknologi baru ke depan bakal membuat fitur-fitur YouTube semakin berkembang

Sepanjang 2015 adalah tahun yang luar biasa bagi para vlogger. Ada sebuah video yang menunjukkan antrian ratusan orang mengular di luar toko buku The Grove. Dua kalimat sebelum ini seolah tidak saling berhubungan, namun sebaliknya, keterkaitannya sangatlah kuat.

Antrian ratusan orang tersebut sedang menunggu Connor Franta, vlogger YouTube berusia 22 tahun yang sedang mengadakan sesi penandatanganan buku memoarnya yang bertajuk A Work In Progress.

Hal ini seolah menjadi sebuah ironi. Bagaimana mungkin seorang kreator YouTube bisa membuat kerumunan masif di sebuah toko buku? Apalagi buku yang ditulisnya juga berhasil bertenger di daftar bergengsi New York Times Bestseller.

Andrew Graham, agen penerbitan Connor dan beberapa vlogger Youtube lainnya, mengatakan, “Setahun yang lalu, saya pergi ke New York dan mencoba untuk melakukan pertemuan dengan penerbit buku. Saya memperoleh satu kesempatan pertemuan, dan mereka tertawa pada tawaran yang saya berikan. Sekarang, setahun kemudian, lihat, di Barnes & Nobel Los Angeles ada seorang penulis laris versi New York Times yang merupakan salah satu klien saya. Saya pikir hal itu sudah membuktikan. Itu adalah pukulan telak bagi mereka, 180 derajat.”

Connor Franta bukanlah seorang penyanyi, chef, komedian, maupun atlet. Dia adalah seorang kreator YouTube yang fokus kontennya adalah video blog (vlog)—berbicara di depan kamera tentang berbagai hal dan diunggah ke YouTube.

10 tahun YouTube/grafis. ngepopcom

Di perayaan ulang tahun ke-10, YouTube telah mengubah peta budaya populer dunia.

Tidak hanya manusia, bahkan YouTube sanggup membuat seekor kucing menjadi kucing terkaya di dunia berkat popularitasnya—efek foto dan video viral grumpy cat. YouTube juga menjadi sebuah tempat inkubasi bagi para kreator baru setiap harinya. Dari seorang yang awalnya hanya membuat video sederhana di YouTube, lalu mendapat tawaran untuk menulis buku layaknya Connor Franta, merilis album seperti Justin Bieber dan Troye Sivan, menjual produk yang didesain sendiri seperti yang diwadahi oleh DistrictLine, bahkan melenggang ke panggung Hollywood.

Graham menyebut YouTube sebagai platform marketing paling powerful di dunia yang saat ini dikuasai oleh para milenial.

“Jika Anda mencoba untuk menjangkau audiens yang mau berkerumun sedemikian banyaknya, YouTube adalah tempat yang tepat. Lihat sosok seperti Fred (Lucas Cruikshank). Dia memutuskan berkarier di Hollywood, membuat beberapa film, mengabaikan saluran YouTube-nya, kembali ke YouTube… krik krik. Tidak ada yang menontonnya lagi. Anda tidak bisa membuang YouTube begitu saja.”

Beberapa tahun terakhir ini, YouTube telah sukses mengangkat nama-nama kreator seperti Connor Franta, Jack dan Finn Harries, Casey Neistat, Grace Helbig, hingga Hannah Hart—yang memiliki jutaan subscribers yang secara berkala menonton saluran mereka sampai para pengiklan melakukan endorse secara langsung. Memang pada kenyataannya, popularitas berbagai vlog masih kalah saing dengan keberadaan videoklip musik. Penonton YouTube secara umum masih banyak yang menjadikan musik sebagai prioritas untuk dicari. Bahkan, videoklip musik sering mendominasi daftar most watched clip.

Namun begitu, komunitas yang dibangun oleh para vlogger semakin kuat dari hari ke hari. Konten dari para vlogger dianggap menginspirasi di berbagai hal. Dari situlah kemudian pendapatan iklan dapat memenuhi kebutuhan hidup sang kreator, tidak terbantahkan lagi.

Dengan mata besar dan senyum khasnya, Connor saat ini memiliki lebih dari 4,4 juta subscribers di saluran utamanya—Connor memiliki dua saluran. Connor membuat vlog dengan banyak subjek bahasan, misalnya tentang kehidupan, permen, bahkan dating tips dengan jadwal unggah sekali sepekan. Dia mulai mengunggah video pada 2010 ketika masih bersekolah di La Crescent, Minnesota. Sekarang, Connor telah merilis beberapa album kompilasi musik dari kreator YouTube yang dinilainya pantas mendapatkan rekognisi lebih dan juga mengembangkan lini perusahaan yang bergerak di bidang produksi kopi, Common Culture.

YouTube memang sukses melahirkan ikon-ikon baru di dunia pop culture.

Sebut saja yang sudah sangat besar seperti Justin Bieber, Ariana Grande, hingga Austin Mahone. Dari yang sudah besar tersebut, di YouTube sebenarnya masih banyak kesuksesan besar di bidang lain semacam Connor Franta. Ini adalah game changing yang bahkan tidak terbayangkan bakal terjadi sepuluh tahun lalu. YouTube sepuluh tahun lalu hanyalah sebuah situs yang mempermudah orang untuk mengunggah video—sebab situs lain lebih rumit. Connor, yang secara berkelanjutan terus mengunggah vlog sejak 2010, masih sangat muda ketika mulai terinspirasi oleh vloggers terdahulu.

“Ada orang-orang seperti Shane Dawson dan Phillip DeFranco yang dulu aku idolakan, sekarang kami berteman,” ungkap Connor.

“Kamu tahu betapa janggalnya ketika memberi tahu beberapa temanmu bahwa aku menonton video mereka di YouTube di kamarku sebelum aku mengenal mereka? Itu rasanya aneh bahkan untuk sekedar dipikirkan.”

Google, sebagai perusahaan yang mengakuisisi YouTube, sampai membuka fasilitas khusus untuk membantu para kreator dengan minimal 5000 subscribers berkreasi. YouTube Space telah tersedia di London, Los Angeles, New York, Tokyo, dan San Paulo. Studio tersebut telah dilengkapi dengan set dan peralatan yang memadai. Ruangan yang disediakan juga memungkinkan para kreator untuk melakukan diskusi di dalamnya.

“Menurut kami, para kreator adalah lampu pijar bagi ekosistem,” ungkap Kevin Alloca, kepala bidang budaya dan tren di YouTube. “Tentu, awalnya YouTube dikenal karena video-video viral, itu keren dan masih seperti itu, namun jika Anda ingin bisa membangun sebuah bisnis, Anda butuh untuk bisa menciptakan suksesornya. Saya pikir itu adalah model yang sangat berbeda dibandingkan dengan media tradisional. YouTube adalah tentang memaksimalkan hubungan dengan audiens.”

Pernyataan tersebut tidak terlalu berbeda dengan gen YouTube yang memasuki fase beta pada Mei 2005.

Video pertama yang diunggah adalah video berdurasi 19 detik yang berjudul Me at the Zoo, di dalamnya ada co-founder Jawed Karim yang berbicara secara langsung di kamera tentang betapa kerennya gajah di San Diego Zoo. Pasca satu dekade, ketika durasi menjadi bisa lebih panjang dan resolusinya semakin tinggi, sentimen di YouTube tetaplah sama: watch me.

Evolusi berikutnya untuk video online nampaknya juga sudah hadir, dengan kemunculan aplikasi seperti Twitch, Periscope, Meerkat, hingga YouNow, membuat setiap orang semakin mudah untuk menyiarkan video secara live. YouTube memang sudah memiliki fitur serupa, namun fitur ini masih harus bersaing dengan aplikasi lainnya.

Saat ini pengguna semakin dimudahkan untuk melakukan streaming dan mengambil keuntungan dari audiens yang telah dibangunnya—misalnya di YouTube. Kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi cukup membuat kewalahan untuk memprediksi apa yang akan terjadi kemudian, ada ribuan kesempatan untuk inovasi. Namun agaknya, tren bergerak ke arah live streaming yang memungkinkan tiap orang untuk berinteraksi secara langsung dengan jangkauan luas. Pada akhirnya, YouTube adalah fenomena tersendiri dalam membangun hubungan komunitas ini—antara penonton dan kreator.


Retrospeksi ini ditulis akhir 2015

Discover more from Ngepop.com

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading