Wednesday, October 16

Review Film Indonesia | “A Copy of My Mind (2015)” Garansi Kejujuran

Film ini telah saya tonton di JAFF Desember 2015 silam, sedangkan review-nya memang sengaja saya tunda sampai tanggal rilis bioskopnya bergulir.

Kala itu, Joko Anwar sempat berujar bahwa dia sudah punya blueprint lengkap untuk filmografinya, termasuk A Copy of My Mind yang disebut akan berbentuk trilogi.

Jika benar-benar berjalan sesuai rencana pikir Joko Anwar, A Copy of My Mind adalah garansi yang sangat prestise.

Film ini berkisah tentang kehidupan paralel Sari (Tara Basro), seorang pekerja di salon kecantikan, dan Alek (Chicco Jerikho), seorang pembuat subtitle film untuk cakram optik bajakan. Sepulang kerja, Sari senang memanjakan dirinya dengan menonton film di kamar. Namun dia seringkali mendapatkan subtitle yang buruk dari DVD bajakan yang dibelinya. Hal inilah yang kemudian menghubungkan kehidupan Sari dengan Alek. Namun tidak sesederhana itu, A Copy of My Mind dibalut oleh balada politik nasional, banyak intrik ketidakadilan, dan sisi humornya sendiri.

Entah sengaja atau tidak, sejak awal durasi hingga credit akhir keluar saya merasakan kekhasan pengisahan a la Alejando G Inarritu (sebelum The Revenant dan Birdman) di A Copy of My Mind.

Apalagi ketika saya tarik ke belakang, filmografi Joko Anwar belum pernah ada yang semacam ini. Apabila memang ada influence dari karya Inarritu, ini adalah hal positif. Saya sadar betul bahwa model pengisahan paralel semacam ini bukanlah hal yang mudah untuk diramu. Berangkat dari titik ini, saya sangat mengapresiasi naskahnya. Ditambah, Joko Anwar menjadikan politik yang menyakitkan sebagai payung besarnya. Seting linier suasana Pilpres 2014 dijadikan background utama. Fasenya benar-benar menjadi natural dan intens.

A Copy of My Mind tidak akan istimewa kalau tanpa keintiman Tara–lengkap dengan ekspresi wajahnya yang menyimpan ragam penafsiran–dan Chicco.

Mereka berdua benar-benar membuat penonton ikut memiliki rasa keterlibatan mendalam. Mungkin juga, hal ini karena pengambilan gambarnya menggunakan teknik hand-held. Di beberapa bagian, hal ini cukup mengganggu pengalaman menonton saya. Sebab gambar terlihat sangat shaky–saya tidak tahu untuk versi bioskop, namun untuk screening JAFF 2015 saya sempat bergumam: mungkin versi ini belum final editingnya, terutama berkaitan dengan stabilisasi.

Namun di banyak bagian lain, pengambilan gambar semacam ini membuat keterikatan emosi dan simpati penonton menjadi lebih intim. Selain pemain utama, pemain pendukung juga memperoleh porsi karakter yang pas, meskipun kalau berbicara tentang ketuntasan, saya merasa masih ada yang mengganjal. Terutama bos Sari di tempat yang baru (Paul Agusta)–karakter ini bikin trauma–dan ibu kos tempat Alek tinggal–bikin terenyuh sekaligus gemes lewat diamnya.

Aspek lain, mungkin karena memang mempertahankan suara alami, di beberapa scene transisinya masih terdengar sangat kontras. Misalnya ketika berpindah dari interior ke pinggir jalan, atau sewaktu Sari memasuki kawasan penjualan DVD bajakan–dengan tiap kios memutar musik sendiri-sendiri–transisi audio di beberapa bagian semacam ini cukup membuat saya pusing.

Meski memiliki bridging yang cukup panjang, A Copy of My Mind adalah sebuah capaian besar kejujuran seorang Joko Anwar.

Secara seting tempat, film ini menampilkan sudut lain Jakarta yang apa adanya. A Copy of My Mind memperlihatkan kehidupan lain di Jakarta secara meyakinkan, layaknya City of God menunjukkan kerasnya Brazil silam, Narcos menunjukkan kengerian komando kartel Kolombia silam, atau Gotham menunjukkan kengerian Gotham City. Tinggal menunggu waktu hingga A Copy of My Mind menjadi rujukan klasik untuk melihat potret Jakarta silam.

tersapa memberikan 8 dari 10 bintang.

(Film a Copy of My Mind (2015) telah ditonton pada Desember 2015 (JAFF 2015), review resmi tersapa ditulis pada 14 Februari 2016)


Review ini sebelumnya dimuat di tersapacom dan telah dibaca lebih dari 700 kali

1 Comment

Comments are closed.

Discover more from Ngepop.com

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading