Wednesday, July 24

ngepop.com – 10 Film Terbaik 2018

Entah bagaimana ceritanya, 2018 menjadi tahun yang sangat ramah buat film-film blockbuster. Bukan cuma sekadar kuantitas pembukuan pendapatan box office-nya, melainkan sampai ke kualitas yang mengantarkan mereka ke banyak daftar terbaik. Kondisi ini pun tak luput dari bidikan daftar terbaik versi ngepopcom.

Di lain hal, ini juga menjadi tahun di mana banyak sekali judul yang tidak hanya bermain narasi, tetapi juga eksperimen visual. Tak terhitung banyaknya film yang mengutak-atik aspect ratio-nya dan beberapa di antaranya pun berhasil masuk ke daftar ini.

Selain itu, Netflix benar-benar konsekuen dengan besarnya dana yang mereka gelontorkan tahun ini teruntuk produk rilisan mereka. Masih teringat jelas bagaimana pemain utama streaming digital ini tahun lalu mengumumkan akan mengalokasikan delapan milyar dollar Amerika khusus buat konten saja, di tengah tahun direvisi menjadi US$13 milyar. Angka yang sangat fantastis meninggalkan studio-studio besar Hollywood.

Bagaimana pun, semakin banyaknya variasi yang ditawarkan oleh para pembuat film, artinya semakin lapang pula horizon penontonnya. Sesuatu yang patut dirayakan dan dinantikan “upgrade” lebih gilanya di tahun mendatang.

Sebelum masuk ke daftar 10 besar, berikut longlist #11-#25 untuk film terbaik tahun ini (urut peringkat): Mission: Impossible Fallout, Aquaman, Dumplin’, Mid90s, Cold War, Lean on Pete, Green Book, Crazy Rich Asians, First Man, Bodied, Vice, If Beale Street Could Talk, First Reformed, BlackkKlansman, The Children Act.

Film terbaik 2018 adalah…

#10 The Hate U Give

Anak muda bicara isu rasial dari realitas yang dihadapi langsung sehari-hari. Dinahkodai oleh Starr, remaja kulit hitam, yang menjadi saksi tunggal kebiadaban oknum polisi kaukasian yang menembak mati sahabatnya atas dasar prasangka, The Hate U Give menawarkan fragile dan kompleksnya sistem masyarakat di Amerika modern. 9.2/10

#9 Spider-Man Into Spider-Verse

Miles Morales tak ubahnya banyak remaja saat ini yang mampu hidup tapi tidak sadar telah terlalu sering meremehkan diri sendiri. Perjalanannya adalah kemenangan bagi banyak orang di luar sana. Di era ketika banyak film animasi terjebak dalam formula visual, Spider-Verse membolak-balik adonan grafisnya hingga mewujud sajian yang begitu segar dan menyenangkan. Perwujudan gambar-gambar khas komik lengkap dengan panel dan pritilannya ke layar lebar ternyata bisa semonumental ini. 9.2/10

#8 Kucumbu Tubuh Indahku

Terlalu naif kalau menganggap akar Indonesia adalah masyarakat hitam putih. Garin Nugroho dan karya terbarunya ini kembali menawarkan perspektif yang sangat fluid tentang relasi manusia dan manusia lainnya. Relasi gemblak, warok, maskulin, feminin, dan variasi lainnya yang tidak mengenal cetakan moral karena sesungguhnya moral itu mendiskriminasi. Sebuah festival ekspresi yang patut dirayakan. 9.2/10

#7 Ready Player One

Ready Player One adalah salah satu pengalaman sinematik paling berkesan yang pernah saya rasakan, tidak hanya di tahun ini tetapi bertahun-tahun ke belakang. Bejibunan referensi pop culture dan karakter tetapi tidak tampak kewalahan, perkawinan konsep visual layar lebar  dan virtual reality yang mestinya sangat susah disandingkan tapi ternyata tampak tanpa kendala, hingga ekstravaganza elemen nostalgia non-stop. Spielberg pasti bersenang-senang ketika membuat film ini. Begitu pun penontonnya. 9.5/10

#6 A Star is Born

Di atas kertas, A Star is Born sudah ditakdirkan sebagai timeless story. Pasangkan dengan berbagai elemen yang relevan dengan periode peradaban manusia tertentu, film ini akan selalu bisa dieksekusi. Namun, reboot kali ini punya daya magis yang berbeda dibandingkan pendahulunya. Naskahnya tidak pretensius dan mengalir wajar layaknya industri musik itu sendiri. Gagasan terbesarnya bahwa ketika “satu bintang siap redup, bintang baru terlahir” adalah degup yang membuat jantung film ini berfungsi. Timeless movie, timeless songs, timeless characters. 9.5/10

#5 Searching

Sinematografi tangkapan layar dalam Searching tampil begitu seamless dan masterful dan memberikan keadilan dalam menggambarkan digital sebagai “dunia utuh”. Dunia yang selama ini sering disudutkan dengan hanya dianggap sebagai realitas abstrak. 9.5/10

#4 Eighth Grade

Buat orang tua, aktivitas maya anak-anak remaja sama membingungkannya dengan kebingungan anak muda ketika ditanya apa saja hal yang harus dihadapi orang tua. Cara yang bisa ditempuh adalah satu pihak menjelaskan kepada pihak lawannya secara bergantian sesuai dengan porsinya. Tidak ada jaminan bakal paham betul, tapi setidaknya yang dituturi jadi punya gambaran. Eighth Grade bertindak seperti itu. Film ini adalah gudang insight generasi digital yang dituturkan dengan polosnya. Kayla dan dunianya terasa sangat dekat dengan penontonnya meskipun terpisah layar dan gap usia. 9.5/10

#3 Black Mirror: Bandersnatch

Meta adalah word of the year. Segala hal yang berani menantang konsep ini adalah lompatan besar yang wajib diapresiasi. Bandersnatch tidak hanya bermain meta di aspek narasinya ( di mana korelasi kekiniannya dipengaruhi oleh masa lalu dan relasi antarkarakternya, ditambah realitas hidupnya berparalel dengan sumber teks yang sedang dihadapinya, dan banyak percabangan lain), melainkan juga di medium penyampainya (dan tak sekadar menjadi gimmick).

Netflix dengan konsep pengalaman interaktifnya ini adalah lompatan besar bagi dunia perfilman dan hiburan global. Ternyata konsep seperti ini bisa diterapkan ke medium film panjang, tidak cuma terbatas pada video games atau buku (dua medium yang paling berhasil menerapkan metode serupa). Bandersnatch adalah garapan dengan kompleksitas dan kesadaran kontinuitas tinggi, apalagi ini melibatkan aktor manusia dan bukannya rekaan grafis digital. Melebihi narasinya, pengalaman memasuki film ini sungguh menggairahkan, tak terlupakan, dan imersif.  10/10

#2 Black Panther

Bermain di pelataran “what if”, Black Panther memberikan penyegaran berpikir barang sejenak. Walaupun di dunia nyata kondisinya tidak seperti yang tertampil di layar, tapi paling tidak film ini memberikan realitas alternatif yang begitu berwarna. Amati adegan penobatan Raja baru di awal durasi, ilustrasi keberagaman, musyawarah-mufakat, lengkap dengan atribut warna-warni nan mencolok yang entah mengapa berhasil tampil begitu nyatu. Kalau keindahan tersebut tidak bikin kamu merinding, saya kira ada syaraf yang kecetit.

Lewat metafora-metafora kongkritnya, Black Panther sanggup menginjeksikan bahwa tujuan kesetaraan yang diaspirasikan oleh minoritas bukanlah untuk mendominasi. Black Panther adalah perayaan universal. 10/10

#1 Roma

Roma adalah surat cinta dari Cuaron buat perempuan-perempuan hebat di luar sana. Beranjak dari memori personalnya, dia menunjukkan ketenangan dan gejolak dalam satu tangkupan tangan yang tidak terkesan saling labrak. Keahlian bertutur yang sama sekali tidak gampang untuk dikuasai. Nikmati perjalanan spiritual ini. Bagaimana pun, sajian yang begitu tulus adalah kryptonite semua orang. 10/10

Discover more from Ngepop.com

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading