Tuesday, July 23

ngepop.com – Serial, Film, Buku, Sosok, Podcast Pendobrak Dunia Hiburan 2018

Pendobrak adalah salah satu alasan mengapa karya terus berevolusi dan tentu saja terjaga dari masa ke masa. Titel ini pun tidak bisa dikatakan hadir serta merta, ada sekian rangkaian seleksi indera yang akhirnya mencoba meraba-raba: kira-kira apa saja hal yang tak biasa yang bisa dibawa dari satu cakupan waktu. Tak terkecuali 2018 yang membekali kita dengan cukup banyak variasi lintas konsentrasi.

Mencoba memperbaiki kekosongan tahun-tahun sebelumnya di mana saya hanya menyarikan daftar karya terbaik dan menyisihkan daftar berkesan, di penghujung kali ini breakthrough list pantang dilupakan.

Nama-nama yang tercantum daftar ini eksis di beragam lini karya dengan alasan pencantuman masing-masing. Beberapa di antaranya (terutama serial dan film) pun ikut masuk dalam daftar terbaik yang akan diunggah menyusul tulisan ini. Tanpa mereka, mungkin saja dua belas bulan ke belakang masih diwarnai oleh narasi-narasi formulaik yang cuma menempatkan kita di satu tempat kenyamanan. Melalui mereka, intelijensi kita ditantang, pola pikir kita dimutakhirkan, rasa kita ditajamkan, pandangan kita diluaskan, semangat kita dikembalikan, bahkan nalar kita diperdebatkan. Mau dianggap sebagai untung maupun rugi, saya masih berketetapan bahwa apa pun yang berujung pada eksplorasi belantara horizon adalah hal yang baik dan patut disyukuri.

Berangkat dari situ, berikut saya persembahkan daftar pendobrak 2018! Selamat merayakan!

Pose

Kalau ada tuntutan untuk memilih satu serial paling berkesan di 2018, Pose berada di kasta tertinggi. Tayangan delapan episode ini tidak hanya akomodatif terhadap representasi kelompok-kelompok minoritas di sudut-sudut New York tiga dekade silam dengan pusat rotasi kultur “ball”, tetapi juga sukses merayakannya secara universal. Keputusan Ryan Murphy dan tim dari FX untuk menyerahkan tampuk pemeranan utama kepada komunitas transgender adalah bentuk dukungan yang saya kira sungguh “respectful”, mengharukan, dan menggembirakan.

Cobra Kai

Kompetisi adalah yang membuat manusia terus bergairah. Dibumbui dengan pengalaman traumatis di masa lalu, Cobra Kai tidak sudi menjadikan dendam sebagai modal untuk bertindak beringas. Alih-alih, serial ini meletakkan karate, keluarga, kompetisi, dan pengampunan secara bermartabat. Sebuah presentasi ringan tetapi hebat dari YouTube Originals.

Queer Eye

Dunia kini dipenuhi influks negatif yang tanpa sadar terlalu banyak menyedot energi hingga kita tidak punya waktu untuk sekadar merasa baik-baik saja. Reboot Queer Eye dengan lima penggawa barunya ini secara jitu menangkap keresahan yang ada. Dua musimnya menyodori kita beragam realitas di belahan dunia sana bahwa masih banyak hal baik yang bisa kita apresiasi eksistensinya. Serial ini seolah mengingatkan bahwa energi positif itu menular dan sayang untuk diabaikan.

The End of the F***king World

Hidup normal mengikuti konvensi masyarakat ternyata tak asyik. Lebih gayeng ketika kita mau menyadari bahwa imajinasi-imajinasi liar di benak juga layak buat diberikan panggung di kehidupan keseharian. James dan Alyssa dengan lakon janggalnya membawa kita pada realitas penuh muslihat yang anehnya keputusan-keputusan yang ada begitu gampang bisa kita maklumi dan apresiasi.

Barry

Aspirasi terhalang ekonomi dan manipulasi tidak pernah semeriah ini. Langsung dibuka dengan ironi, Barry tidak minat menurunkan oktan kombinasi aksi dan satire-nya. Begitu gelap tapi begitu terang.

On My Block

Netflix memberkahi penonton dengan banyak representasi minoritas tahun ini, dan tentu saja bukan minta untuk dikasihani. On My Block dan lingkungan imigrannya punya ensemble remaja terbaik di 2018. Sajian yang hangat dan kadang absurd dalam satu tatakan.

21 Lessons for the 21st Century

Para kritikus yang terkagum-kagum pada dua buku pendahulu karya Yuval Noah Harari ternyata banyak yang tidak bergairah dengan buku ini. Saya tidak tidak sepakat. Buku 21 Lessons berbeda karena ia ditulis dengan tujuan untuk menangkap fenomena yang tengah terjadi, bukan yang telah atau yang akan–dua perspektif itu telah digarap di dua buku sebelumnya. Berangkat dari sini, sebenarnya wajar ketika orang-orang merasa biasa saja, sebab realitas itu masih dihadapi sehari-hari. Namun, bagi saya, 21 Lessons adalah dokumentasi yang rapi yang bisa dimaknai sebagai kapsul waktu. Tunggulah beberapa dekade lagi ketika karya ini akhirnya dijadikan sebagai rujukan masa lalu, yang tentu saja implikasinya jadi tampak lebih signifikan.

Aroma Karsa

Indra penciuman saya belum pernah sekaya ketika sedang menyusuri halaman demi halaman novel anyar Dee Lestari ini. Melalui riset yang tidak main-main yang menghasilkan paragraf-paragraf deskriptif nan kuat, pembaca dipacu untuk menjadi sesensitif Jati dan Suma. Salah satu pengalaman membaca yang tak terlupakan.

George Ezra and Friends the Podcast

Sebagai salah seorang penyanyi yang paling diperhitungkan di Inggris, George Ezra bisa saja mengambil jalur monoton studio-tur-hiatus, apalagi tahun ini dia disibukkan dengan rangkaian promosi dan tur album barunya. Namun, dia tidak demikian. Dia berinisiatif mewujudkan podcast-nya di mana di tiap episode selalu ada bintang tamu (yang berbeda-beda) yang juga musisi. Perspektif dialog dari para pemain langsung di industri musik global inilah yang akhirnya membuat George Ezra ad Friends the Podcast tampil menonjol dan istimewa.

Alec Benjamin

Dengan senang hati saya memberikan apresiasi kepada Alec Benjamin sebagai sosok paling inspiratif tahun ini. Sempat dilepehkan oleh label rekaman yang menaunginya, dia tidak punya waktu untuk berhenti. Dia berusaha mengambil kembali hak atas lagu-lagunya yang “disita” oleh pihak label, memilih jalur independen dengan menulis lagu setiap hari dan merilisnya secara berkala di kanal YouTube-nya (sempat sepekan sekali rilis lagu), semakin dikenal ditandai dengan perilisan Let Me Down Slowly di Spotify, merilis “album” perdananya yang dia sebut sebagai mixtape (Narrated for You), melakukan tur Amerika dilanjut ke Eropa, memperoleh rekognisi yang semakin luas (termasuk dari Zach Sang dan John Mayer), dan kini menyiapkan albumnya yang akan dirilis di pertengahan 2019 sambil tetap merilis lagu secara berkala.

Wilson Fisk

Kemunculan Fisk seolah menjadi jaminan kualitas narasi di mana dia hadir. Daredevil Season 3 dan Spider-Man into Spider-Verse menjadi bukti tak terantahkan bahwa dia adalah salah satu karakter fiksi (tidak hanya sebagai villain) terbaik.

Darren Criss

Sebagai seorang aktor, Darren Criss benar-benar mengguncang 2018. Aktingnya sebagai Andrew Cunnanan di American Crime Story: Versace tak cuma mengintimidasi, tapi sudah sublim. Penonton bisa-bisa susah menerima fakta bahwa dia sebelumnya lebih dikenal berkat perannya di Glee.

Ryan Murphy

Tahun ini Ryan Murphy punya: American Crime Story Versace, Pose, dan American Horror Story Apocalypse. Sangat jelas nilai tawarnya.

Kucumbu Tubuh Indahku

Sekali lagi Garin Nugroho memuncaki dirinya sendiri. Kucumbu Tubuh Indahku adalah festival eksplorasi. Sebagai film, tidak saja sensitif, ia juga berani jujur berekspresi. Sinema Indonesia tampak begitu membanggakan dan menggairahkan di sini. Sangat layak dirayakan.

Black Panther dan Crazy Rich Asians

Andai saja posisinya sebagai blockbuster dipreteli dan dianggap sebagai sebuah karya film secara setara, kehadiran Black Panther dan Crazy Rich Asians tetaplah superior. Film-film ini laksana parade harga diri komunitas kulit hitam dan Asia yang kilaunya sukar ditutupi.

Roma

Bagaimana pun, sajian yang begitu tulus adalah kryptonite semua orang.

Eighth Grade

Bo Burnham tidak cuma paham, dia menempatkan generasi digital di posisi yang punya harga diri. Film yang tidak judgemental dan tampil presisi.

Searching

Sinematografi tangkapan layarnya tampil begitu seamless dan masterful dan memberikan keadilan dalam menggambarkan digital sebagai “dunia utuh”. Dunia yang selama ini sering disudutkan dengan hanya dianggap sebagai realitas abstrak.

Spider-Man into Spider-Verse

Perkawinan animasi dan visual ikonik komik cetak adalah kado yang selama ini tidak terbayang ternyata saya dambakan dan butuhkan. Film ini mendefinisikan genre baru dalam dunia film animasi.

Black Mirror: Bandersnatch

Taji Netflix tampak begitu tajam tahun ini, terlebih setelah produk interaktifnya ternyata bisa segila Bandersnatch. Kalau saja ini sekadar karya pendek, tentu kesannya akan biasa saja. Akan tetapi sajian baru Black Mirror ini punya nyali untuk menantang audiensnya dalam mempertanyakan dikotomi “film” atau “serial” yang selama ini telah menjadi pemahaman umum. Ditambah dengan penggunaan aktor-aktor asli (manusia dan bukannya animasi), membuat saya semakin ternganga akan ketelitian penyuntingan serta garapan teknisnya (termasuk naskah dan rangkaian proses pengambilan gambar). Masa depan dunia hiburan audio-visual benar-benar dinego ulang.

Discover more from Ngepop.com

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading