Judul: Indiepreneur | Penulis: Pandji Pragiwaksono | Penerbit : Bentang Pustaka | Cetakan : I, Juni 2015 | Tebal: 254 halaman | Harga: Rp 69.000 |ISBN : 978-602-291-108-1
Setelah buku “Berani Mengubah” diterbitkan pada 2012, Pandji Pragiwaksono kembali menelurkan sebuah buku berjudul “Indiepreneur”. Sebenarnya, buku ini bukan karya Pandji yang benar-benar baru. Sebelum diterbitkan oleh Penerbit Bentang Pustaka pada Juni 2015, ia telah merilis Indiepreneur versi e-book secara gratis pada pertengahan 2014 lalu.
Pandji dikenal sebagai seorang seniman serba bisa. Ia menjalani profesi sebagai penyiar radio, penyanyi rap, aktor, presenter dan penulis. Pandji juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang berhasil mempopulerkan stand up comedy di Indonesia. Berbekal pengalaman tersebut, Pandji menumpahkan cerita dan pemikirannya selama bergulat dalam dunia industri kreatif.
Pada Indiepreneur, Pandji mencoba mempertanyakan esensi dari seorang pekarya dalam berkarya. Menurut Pandji, budaya berkarya telah berubah menjadi budaya bekerja. Terdapat perbedaan besar antara berkarya dan bekerja. Satu perbedaan yang paling esensial adalah dari segi motivasi. Orang yang bekerja akan melakukan pekerjaan dengan baik karena ingin mempertahankan pekerjaan, gaji, atau gaya hidup. Sedangkan orang yang berkarya akan rela menginvestasikan waktu, tenaga, bahkan uangnya sendiri, untuk memperoleh kepuasan batin.
Pandji mengupas masalah yang menjadi musuh besar dalam dunia kreatif: pembajakan. Secara khusus, Pandji membahas pembajakan dalam bab “Masalah Yang Datang Dengan Harapan Bernama Teknologi”. Olehnya, logika pembajakan –yang selama ini identik merugikan bagi pekarya– dibalik. Pada bab-bab Indiepreneur, Pandji membuktikan bahwa pembajakan dapat menjadi tombak pemacu bagi seorang pekarya agar semakin inovatif. Dengan bantuan teknologi dan strategi, pekarya justru dapat membalik pembajakan menjadi sebuah peluang. Agar pembaca dapat memahami pemikiran Pandji dengan mudah, ia banyak mengutip “teori” dari buku-buku yang ia baca. Terkadang Pandji juga menampilkan kasus-kasus menarik tentang pembajakan yang pernah terjadi.
Indiepreneur menampilkan sisi pebisnis Pandji. Ia mengajak pembaca untuk melihat masalah dan peluang yang dialami dan dimiliki oleh industri buku, film, musik, dan stand up comedy. Lantas, ia berhasil meyakinkan pembaca bahwa masalah-masalah tersebut tak mustahil untuk dihadapi. Pandji mencetuskan formula Free Lunch Method dan Great Eight (Gr8-8) yang ia jabarkan dalam buku ini. Formula tersebut merupakan solusi yang ia tawarkan agar pekarya tetap dapat hidup dari karyanya tanpa meninggalkan idealisme. Oleh sebab itulah, Pandji menekankan pentingnya pekarya untuk memiliki ilmu berbisnis dan memasarkan produk secara strategis.
Ketika membaca Indiepreneur, pembaca akan mendapati bahwa buku ini banyak membahas teknik Pandji dalam memasarkan karya-karyanya. Memang, Pandji gemar narsis dalam buku-bukunya. Pembaca dapat menyimak pengalaman Pandji tersebut sebagai sarana belajar dan menambah wawasan. Curilah kita-kiat strategis Pandji yang telah terbukti berhasil mendulang kesuksesan. Namun, tak jarang kenarsisan Pandji juga dapat terasa sedikit menjemukan bagi pembacanya.
Singkat kata, Indiepreneur merupakan sebuah buku yang menarik. Walapun topik pembahasan terdengar cukup berat, Pandji berhasil mengemasnya dengan apik. Gaya bahasa yang digunakan seolah-olah membuat Pandji sedang bercerita langsung kepada pembacanya. Pandji menyampaikan pemikirannya secara lugas dan tegas sehingga pembaca tidak kesulitan untuk memahami. Indiepreneur dapat menjadi bacaan liburan yang menyegarkan dan sangat bermanfaat bagi pelaku dunia kreatif maupun strategis. (chk)