Saturday, December 2

Review Film | “Bridge of Spies (2015)” Ketegangan Diplomasi Perang Dingin

Judul: Bridge of Spies | Tahun: 2015 | Genre: Drama Sejarah | Durasi: 141 menit | Sutradara: Steven Spielberg | Pemain: Tom Hanks, Mark Rylance, Amy Ryan, dan Alan Alda

Setelah terakhir kali menyutradarai film Lincoln pada 2012, Steven Spielberg kini kembali menyutradarai sebuah film drama sejarah berjudul Bridge of Spies. Film ini kembali mempertemukan Spielberg dengan Tom Hanks yang sudah sering berkolaborasi lewat beberapa film sebelumnya dengan genre sejenis. Film ini pertama kali dirilis pada 4 Oktober 2015 di Festival Film New York 2015 dan dirilis secara global pada pertengahan Oktober.

Penceritaan berlatar awal era Perang Dingin, Bridge of Spies dibuat berdasarkan kejadian nyata. Ceritanya berpusat pada seorang pengacara asuransi Amerika Serikat bernama James B. Donovan (Hanks) yang diminta untuk membela seorang mata-mata Uni Soviet yang ditangkap FBI akibat dugaan tindakan spionase terhadap AS. Ia pun berusaha untuk membelanya atas nama Konstitusi AS untuk memberikan peradilan yang seadil-adilnya meskipun mendapat penolakan keras dan teror dari publik AS.

Namun di paralel lain, salah satu pilot AS yang ditugaskan untuk memata-matai Uni Soviet lewat udara di saat yang sama tertembak jatuh oleh rudal Soviet dan tertangkap. Hal ini membuat pemerintah AS menginisiasi pertukaran tahanan antar kedua negara. Situasi kemudian semakin sulit ketika salah satu mahasiswa AS yang berada di Berlin Timur tertangkap oleh agen Stasi (Jerman Timur) ketika sedang melewati Tembok Berlin dan dianggap sebagai mata-mata AS sedangkan Soviet meminta negosiasi dilakukan di Berlin Timur yang merupakan ibukota Jerman Timur yang tidak diakui secara internasional oleh Amerika Serikat.

Oleh karena itu, tugas Donovan semakin sulit karena tidak hanya harus mengeluarkan sang mata-mata dari ancaman hukuman mati dan harus menegosiasikan pertukaran tahan dengan Uni Soviet secara langsung di wilayah yang “tidak bersahabat” tetapi juga tertekan oleh dorongan moral untuk menyelamatkan salah satu warga negara AS yang “berada pada waktu dan tempat yang salah.”

Film ini tidak hanya menyajikan kepiawaian Spielberg dalam mengolah kisah nyata yang menegangkan secara akurat tetapi juga menampilkan suasana Perang Dingin dengan cara yang dramatis walaupun terkesan mainstream.

Acting yang diperlihatkan Hanks dalam film ini juga memukau dalam perannya sebagai seorang pengacara yang berpendirian teguh dan konsisten dengan pegangan moral yang dimiliknya. Penyuntingan film dan sinematografi yang baik juga membuat film ini mampu menggambarkan suasana AS dan pusat Eropa pada 1950-an dengan sangat baik.

Bridge of Spies menjadi sajian yang layak untuk disimak, terutama bagi penonton yang tertarik dengan sejarah—khususnya sejarah Perang Dingin—dari sudut pandang politik luar negeri dan kepentingan nasional AS serta tertarik dengan proses diplomasi (non-resmi) dan proses negosiasi dalam tensi politik yang menegangkan di balik situasi strategis tersebut. Film ini juga memperlihatkan kepada kita bias moral dari opini publik terhadap kejadian yang menjadi pusat cerita dalam film ini yang bisa dijadikan sebagai model analisa terhadap fenomena yang sama di era kontemporer.

Meskipun respons publik tidak semeriah sambutan terhadap film-film blockbuster—terkait pendapatan box office–, film yang promosi dan responsnya di Indonesia tergolong masih underrated ini layak ditambahkan ke dalam daftar tontonan. Apalagi film ini diganjar 6 nominasi Oscar 2016, termasuk untuk kategori Best Picture, Best Original Screenplay, dan Best Supporting Actor (Mark Rylance). Menarik untuk disimak apakah film ini mampu berbicara banyak di malam penghargaan yang akan dilangsungkan pada 28 Februari 2016.


Sisipan redaksi

Azza tidak menuliskan rating untuk Bridge of Spies. Namun, rating resmi tersapa untuk Bridge of Spies adalah 8.5 dari 10 bintang.


Review ini sebelumnya telah termuat di tersapacom dan dibaca lebih dari 700 kali.