Tuesday, July 23

Review Manga | “Piano no Mori (ピアノの森 1998)” Perjalanan Musik yang Magis

Piano no Mori atau Piano Hutan adalah manga karya Makoto Isshiki yang bergenre drama dan secara spesifik berporos di dunia musik klasik.

Awal menemukan manga ini, saya tertarik karena artwork dan plotnya terbilang sederhana; tetapi saya kemudian menemukan diri saya tak bisa berhenti membacanya, dan sedikit demi sedikit saya semakin penasaran dengan apa yang akan terjadi pada tokoh-tokoh di dalamnya. Rasanya seperti saya mencicipi jenis makanan baru yang belum pernah saya coba sebelumnya dan semakin ingin memakannya setelah mencicipi rasa yang tidak familiar tersebut. Saya bilang tidak familiar karena sebenarnya, ini pertama kalinya saya tertarik dengan manga yang isinya bercerita tentang musik, terlebih musik klasik.

Cerita dimulai ketika seorang anak bernama Amamiya Shuuhei dan keluarganya berpindah untuk sementara ke sebuah desa di pinggiran Jepang, untuk merawat neneknya yang sedang sakit. Karena penyembuhan sang nenek memerlukan waktu yang cukup panjang, maka Shuuhei juga berpindah ke sekolah yang ada di daerah tersebut untuk sementara. Shuuhei sendiri terlahir di sebuah keluarga yang secara turun temurun memiliki prestasi di bidang musik. Mengikuti jejak ayahnya, Shuuhei telah disiapkan untuk menjadi seorang pianis.

Shuuhei yang menjadi anak baru di SD Moriwaki kemudian bertemu dengan seorang anak bernama Ichinose Kai, dari pertemuannya dengan Kai, Shuuhei mendapati sebuah piano yang secara misterius terletak di hutan sebelah rumah Kai. Dan Kai mengeklaim hanya dirinyalah yang dapat memainkan piano tersebut. Benar saja, piano tersebut hanya mengeluarkan suara yang indah jika Kai yang memainkannya.

Cerita ini adalah cerita dengan timeline waktu yang cukup panjang, berawal dari ketika Shuuhei dan Kai masih SD, hingga akhirnya mereka dewasa.

Piano no Mori menceritakan lika-liku kehidupan dari Shuuhei dan Kai, yang tumbuh sebagai teman sekaligus rival dalam bermain piano. Ayah Shuuhei yang seorang pianis terkenal juga memiliki andil dalam pendewasaan karakter Shuuhei. Sedangkan dari sisi Kai, seorang guru piano bernama Sousuke Ajino, memiliki peran yang sangat penting dalam menemukan bakat luar biasa Ichinose Kai. Pada kenyataannya, ayah Shuuhei dulunya juga menjadikan Sousuke Ajino sebagai panutan dan rivalnya, sebelum kecelakaan terjadi dan menyebabkan Sousuke Ajino tidak bisa menjadi pianis profesional lagi.

Saya sangat menyukai manga ini karena manga ini menyuguhkan realita dan impian di saat yang bersamaan.

Kai yang berasal dari pinggiran kota di Jepang dan merupakan seorang anak pelacur, memiliki bakat luar biasa untuk menjadi seorang pianis sangat menyentuh bagi saya. Dan karakter Kai tidak digambarkan sebagai seseorang yang lemah, justru ia memiliki semangat yang besar dalam meraih impiannya. Terbukti dengan bagaimana ia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dan menemukan berbagai cara untuk bisa melatih kemampuan pianonya seperti bekerja di sebuah café dan kelompok pemusik jalanan sebagai pianis. Kai sendiri memiliki kepribadian yang sangat unik, karena ia dibesarkan secara bebas oleh ibunya, Kai tumbuh menjadi anak yang sangat kreatif and he has an upbeat personality, sometimes funny. Permainan pianonya digambarkan mampu “membawa” pendengar seakan “berpindah” ke tempat lain secara natural. Permainan piano Kai adalah permainan piano yang liar, unik, indah, namun menyentuh bagi setiap orang yang mendengarnya.

Konflik dari sisi Shuuhei dimulai ketika ia mulai menyadari bahwa Kai adalah rival yang kuat untuknya sebagai pianis.

Shuuhei memang sering mengikuti kompetisi bermain piano, dan tidak jarang ia memenangkannya, tapi ia tahu ada yang “kurang” dari permainan pianonya. Permainan piano Shuuhei memang tepat dan sempurna, tapi ia menjadi sangat cemas karena ia menyadari ia belum menemukan “keunikan” yang dibutuhkannya, dan semakin cemas ketika ia sadar jika Kai, memiliki “keunikan” tersebut sedari awal.

Pergolakan batin dari Shuuhei bisa terasa sangat menyebalkan bagi saya pribadi. Tapi di satu waktu, saya bisa mengerti apa yang ia cemaskan.

Terlebih, sikap Kai padanya sangat baik dan hal tersebut membuat Shuuhei merasa muak dengan dirinya sendiri karena telah secara kekanakan membenci Kai, namun dorongan dari sang ayah selalu membuat Shuuhei percaya dia akan “mengalahkan” Kai suatu saat nanti, secara tidak sadar hal itu membuat Shuuhei merasa terbebani dan menghantui Shuuhei seiring ia bertambah dewasa.

Segalanya semakin menarik ketika Kai dan Shuuhei mengembangkan sayap mereka ke panggung kelas dunia, yaitu International Chopin Piano Competition di Warsaw, Polandia.

Tidak hanya Kai dan Shuuhei, nantinya akan ada banyak karakter pianis baru yang berasal dari berbagai macam negara yang ikut bersaing dalam kompetisi tingkat dunia tersebut. Karakter-karakter baru ini juga memiliki ceritanya masing-masing yang membuat pembaca setia seperti saya bersimpati terhadap sifat dan permainan piano dari masing-masing karakternya.

Permainan piano di manga ini digambarkan sangat detail dan dreamy.

Menurut saya, artworknya juga sangat indah dan khas, pada saat yang sama clean dan simple. Sang mangaka, Makoto Isshiki juga menunjukkan perkembangan dalam artworknya karena semakin lama artworknya semakin halus, Kai dan Shuuhei juga digambar semakin ganteng (hehehe) Pengembangan karakternya juga tidak terasa dipaksakan dan meskipun terdapat elemen drama, hal itu tidak berlebihan dan merusak karakter awal dari tokoh-tokohnya.

Manga Piano no Mori sudah dibuat adaptasi filmnya, dengan judul yang sama, tetapi di dalam film cerita hanya berlangsung hingga kompetisi tingkat SD saja. Baru-baru ini saya dengar adaptasi animenya juga akan dibuat dan akan mengudara di tahun 2018.

Satu hal yang bikin saya nggak bisa lupa adalah, Piano no Mori menyajikan momen-momen penuh haru terutama saat salah satu karakternya memainkan piano. Entah kenapa, meskipun tak mendengar musiknya saya bisa merasakan musik yang dimainkan itu sangat indah, mungkin karena hal yang sudah saya sebutkan sebelumnya, penggambaran dan penjelasan yang detail, bahkan situasi dan not-not musik saat sang karakter memainkan pianonya. Sejujurnya, saat pertama kali menemukan manga ini, saya nggak bisa berhenti baca dan berhasil mencapai chapter 200 hanya dalam waktu 2 hari. Dan sebagai referensi, manga ini ternyata memenangkan The Grand Prize for best manga di 12th Japan Media Arts Festival tahun 2008.

Jika ada satu kata yang dapat menggambarkan manga ini, bagi saya itu adalah: magical.


Judul: Piano No Mori/ The Perfect World of Kai/ Piano Hutan/ ピアノの森

Pengarang: Makoto Isshiki

Volume manga: 26

Periode: 1998-2015

Genre:  Drama, Seinen, Slice of Life

Discover more from Ngepop.com

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading