Thursday, July 25

Review Film | “Mad Max: Fury Road (2015)” Harapan adalah Kesalahan

Harapan adalah sebuah kesalahan. Ya, menjadi kesalahan sebab apabila di kemudian hari kita tidak bisa memperbaikinya, hanya akan membuat gila.

Mad Max: Fury Road adalah pemenang yang bahkan muncul terlalu cepat.

Warner Bros memilih tengah tahun sebagai waktu yang dikira tepat untuk merilisnya. Dan keputusan itu justru merupakan nilai plus tersendiri, yang menjadikan para penikmat film pun lebih cepat dalam menghilangkan rasa dahaga. Premisnya sederhana: post-apocalypse, pemberontakan, pencarian harapan baru atas kerusakan, perebutan kekuasaan. Akan tetapi, kesederhanaan itu telah berhasil dibungkus dengan elegan sejak sequence awal.

Fury Road memang gersang di mana-mana. Namun secara kuantitas dan kualitas film ini memiliki terlalu banyak oasis.

Yang karena saking banyaknya, penonton sampai dibuat kesulitan untuk menentukan mana favoritnya. Coba saja keluarkan beberapa opsi: Siapakah tokoh paling mencuri perhatian? Manakah ledakan paling spektakuler? Manakah “property” paling menawan? Atau scene manakah yang paling menarik?

Rasa-rasanya pertanyaan di atas (dan kemungkinan lebih banyak pertanyaan lain yang bisa muncul) akan sama-sama susah untuk sekedar dijawab secara singkat. Semuanya bisa dipilih sebagai jawaban, namun cara mengejawantahkannya tidak bisa serta merta. Butuh alasan dan alasan hingga pada akhirnya mampu memutuskan penilaian “subjektivitas” mana yang akhirnya diambil.

Angkat topi untuk George Miller.

Waktu vakum yang cukup lama dari seri Mad Max sebelumnya ternyata sukses dimanfaatkan untuk terus menggali potensi-potensi yang ada. Karakter yang lebih kuat, storyline yang lebih handal, pun pemilihan momen serta kritik kehidupan apa saja yang ingin disisipkan di sepanjang durasi. Seperti apa yang dia sempat bilang: Fury Road cukup dijadikan sebagai sebuah masterpiece-nya yang lain, yang bisa berdiri sendiri. Bukan menjadi sekuel, maupun prekuel. Dan ya, bahkan penonton awam pun (yang belum pernah menonton Mad Max pendahulunya) saya yakin bakal dengan mudah terperosok jauh ke dalam pusaran gurun pasir dan badai pasir yang memabukkan.

Pujian tiada hentinya juga harus disematkan di dada para penggawa sinematografi, efek visual, scorring, make-up & hairstyling, serta production design. Akan sangat kurang ajar apabila hanya memberikan kata bagus pada mereka-mereka yang telah berada di balik layar Fury Road. Spektakuler saja rasanya masih kurang pas, namun mencari padanan kata yang lain ternyata sudah cukup sulit. Fury Road menyajikan banyak ledakan yang tidak hanya menjadi bumbu pelengkap, namun juga mampu “bercerita” (Transformers dan film “eksplosif” lain harus belajar dari Mad Max)!

Secara serius, saya menyarankan bahwa film ini harus ditonton oleh semua orang. Mulai dari para aktivis lingkungan, pengampu kekuasaan, penggiat feminisme, pemangku adat dan agama, siapapun.

Kengerian tentang banyak keserakahan dunia pun kekuasaan adalah intisari Mad Max: Fury Road, lalu jangan lupakan tentang rasa humanisme yang mendalam pada hal yang dicintai.

Terima kasih kepada Tom Hardy, Charlize Theron, Nicholas Hoult, dan mana-nama lain—baik yang sudah tenar maupun yang hanya menjadi figuran. Tidak ada term sia-sia yang melekat pada kalian—kalau kata film ini: saya menyaksikan kematian kalian, hahaha.

What a lovely day!

Mad Max: Fury Road layak diganjar 10 dari 10 bintang.


Review ini sebelumnya tayang di laman tersapacom sebelum akhirnya merger ke ngepopcom dan telah dibaca lebih dari 540 visitor.

1 Comment

Comments are closed.

Discover more from Ngepop.com

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading